Pakar Geologi UGM Ini Tanggapi Pemanfaatan Energi Geothermal Masih 11%

Pakar Geologi UGM Ini Tanggapi Pemanfaatan Energi Geothermal Masih 11%

NYALANUSANTARA, Yogyakarta- Sebagai upaya menangani dampak perubahan iklim, pemerintah telah mencanangkan agenda transisi energi. Fokus program pemerintah dalam hal itu adalah menurunkan penggunaan energi fosil dan mendorong transisi ke energi yang lebih rendah karbon, salah satunya adalah energi geotermal. 

Sayangnya, pemanfaatan energi tersebut masih di angka 11% dari total potensi yang ada.

Menurut Pakar Energi Geothermal dari Teknik Geologi UGM, Ir. Pri Utami, MSc, PhD, IPM, masih minimnya pemanfaatan energi geothermal ini disebabkan pemerintah memerlukan data yang lebih akurat tentang potensi-potensi energi panas bumi di Indonesia. Pasalnya, keberadaan potensi panas bumi sangat minim terlihat di permukaan, karenanya dibutuhkan inovasi teknologi eksplorasi.  

Pri, demikian ia akrab disapa, memberikan sejumlah rekomendasi bagi pemerintah agar proyek berjalan aman dan tepat sasaran. “Ada hal 2 mendasar yang harus dilakukan yaitu peningkatan kualitas data eksplorasi dan peningkatan pemahaman masyarakat,” tutur Pri, belum lama ini.

Ia menyebutkan Indonesia sendiri memiliki potensi energi geothermal 40% dari potensi dunia, yakni sebanyak 23.965,5 Mega Watt (MW). Potensi geothermal tersebut tersebar merata di Pulau Sumatera, Jawa, Bali, dan Sulawesi, sehingga dapat dikatakan energi panas bumi berpeluang mencukupi kebutuhan energi nasional sekaligus menurunkan produksi emisi karbon.

Lebih jauh dijelasan oleh Pri, terdapat tiga jenis sistem panas bumi berdasarkan kandungan energinya. Pertama, sistem panas bumi berentalpi tinggi, menengah, dan rendah. “Panas bumi berentalpi tinggi akan menyebarkan suhu panas ke lingkungan sekitarnya. Kita dapat mengekstrak panas yang dibawa oleh air dan uap sebagai pembangkit listrik,” jelasnya.

Dibanding dengan energi lainnya, energi geotermal memiliki kadar karbon dioksida, sulfur dioksida, nitrogen oksida, dan partikel padat yang jauh lebih rendah.


Editor: Redaksi

Terkait

Komentar

Terkini