ULASAN No Other Choice: Ketika Park Chan-wook Menyulap Keserakahan Jadi Komedi Gelap
Melalui No Other Choice, adaptasi dari novel The Ax karya Donald E. Westlake, Park Chan-wook meramu satir tajam tentang keserakahan, hilangnya nurani, dan alasan-alasan palsu yang kerap dipakai untuk menjustifikasi kejahatan. Mantra berbahaya “Tidak ada pilihan lain” menjadi pusat cerita—kalimat sederhana yang mampu mengubah orang baik menjadi pelaku kejahatan, bahkan iblis.
Protagonisnya, You Man-soo (Lee Byung-hun), seorang pegawai setia perusahaan kertas, mendapati hidupnya runtuh setelah 25 tahun mengabdi. Pemecatannya hanya dijawab dingin oleh direksi asing: “Tidak ada pilihan lain.” Putus asa dan gagal mencari pekerjaan, Man-soo akhirnya memilih jalan ekstrem: menyingkirkan pesaing-pesaingnya dengan tangan sendiri, sambil terus merapal mantra yang sama.
Park Chan-wook menekankan bahwa selalu ada jalan lain. Man-soo bisa saja tidak membunuh, atau memilih profesi berbeda. Namun yang disorot di sini adalah bagaimana manusia mudah kehilangan nurani ketika tergoda oleh dalih praktis, baik dalam relasi antar manusia maupun terhadap alam. Simbolisme itu tergambar dalam hobi bonsai Man-soo—sebuah cermin obsesi manusia menguasai dan membengkokkan alam demi keserakahan.
Begitu Man-soo menapaki jalur gilanya, No Other Choice menjelma komedi gelap dengan totalitas Lee Byung-hun yang memadukan konyol sekaligus tragis. Puncaknya ada di adegan perebutan pistol bersama Lee Sung-min dan Yeom Hye-ran, yang memperlihatkan “kekacauan terkendali” khas Park Chan-wook—menyajikan ironi tentang rakyat kecil yang bertarung mati-matian, sementara para penguasa tenang menikmati limpahan harta.
Visual garapan sinematografer Kim Woo-hyung membuat film ini kian memikat. Gerakan kamera agresif, transisi unik, serta framing inovatif—termasuk split screen alami di tebing—membungkus kisah dengan simbolisme puitis.
Tak berhenti di sana, film ini juga menyelipkan kritik terhadap lemahnya regulasi AI dalam industri modern yang mengorbankan manusia demi efisiensi. Penutupnya menohok: manusia perlahan kehilangan kemanusiaannya saat memilih terjebak dalam kesepian dunia modern dan mengejar materi, alih-alih bersatu melawan ketidakadilan.
Park Chan-wook, dengan gaya khasnya, kembali membuktikan bahwa selalu ada pilihan lain—meski sering kali manusia justru menolak melihatnya.
Editor: Lulu
Terkait
Param Sachdev (Sidharth Malhotra), seorang pemuda Delhi dengan…
NYALANUSANTARA, JAKARTA- Setelah didepak dari kelompok petualangnya karena dianggap…
Terkini
NYALANUSANTARA, BUSAN- Boy grup AHOF menunjukkan peningkatan luar biasa…
NYALANUSANTARA, SEOUL- Lee Jae Wook siap membuat Choi Sung…
NYALANUSANTARA, JAKARTA- Film Dhurandhar, yang dibintangi Ranveer Singh sebagai…
NYALANUSANTARA, JAKARTA- Pameran Impor Internasional China (China International Import…
NYALANUSANTARA, MADRID- Villarreal berhasil naik ke posisi kedua klasemen…
NYALANUSANTARA, JAKARTA- Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) sekaligus Menteri…
NYALANUSANTARA, TORONTO- Pertemuan dua rival sekota, Juventus dan Torino,…
NYALANUSANTARA, CHICHAGO- Arsenal harus puas berbagi angka setelah ditahan…
NYALANUSANTARA, TANGGERANG- Bayer Leverkusen tampil luar biasa dengan mencukur…
NYALANUSANTARA, LONDON- West Ham United berhasil mengalahkan Burnley, sementara…
NYALANUSANTARA, JAKARTA- Union Berlin berhasil menghentikan laju kemenangan beruntun…
Komentar