REVIEW Rangga & Cinta: Musikal Malu-Malu yang Terjebak di Antara Nostalgia dan Pembaruan
Rangga & Cinta digadang sebagai “rebirth” dari Ada Apa dengan Cinta?, lengkap dengan jajaran pemain baru dan balutan format musikal. Namun alih-alih menawarkan penyegaran total, film ini justru tampak gamang: tidak sepenuhnya menghidupi semangat baru, tapi juga tidak benar-benar memeluk nostalgia.
Pembukaannya cukup menjanjikan. Intro gitar Ku Bahagia disusul tarian enerjik para siswa SMA berhasil membangkitkan antusiasme. Kita kemudian diperkenalkan pada Cinta (Leya Princy) dan geng ikonisnya—Alya, Maura, Karmen, Milly—yang semua dimainkan dengan energi menyenangkan. Romansa awal dengan Rangga (El Putra Sarira) pun berjalan menggemaskan lewat adu argumen dan sindiran, lengkap dengan kalimat-kalimat legendaris yang dihidupkan kembali.
Sayangnya, naskah Mira Lesmana dan Titien Wattimena masih terpaku pada formula lama, termasuk latar awal 2000-an yang hanya berfungsi sebagai tempelan nostalgia. Dengan pemain generasi baru, kesempatan untuk melakukan modernisasi terbuang percuma.
Ketidakjelasan identitas film juga terlihat di elemen musikalnya. Riri Riza seolah ragu untuk benar-benar menenggelamkan film ini ke dalam dunia musikal. Banyak momen potensial dibiarkan lewat tanpa lagu, sementara yang ada sering kali singkat atau tampil sebagai montase seadanya. Lagu-lagu klasik Melly Goeslaw masih memikat, dan duet sederhana Tentang Seseorang bahkan menjadi titik terbaik film—membuktikan musikal tak perlu megah, cukup tulus dan menyatu dengan narasi.
Namun, keputusan menghapus adegan ciuman ikonis di klimaks membuat film ini kembali serba tanggung. Generasi lama kehilangan momen yang mereka kenal, sementara penonton baru mungkin justru menganggapnya janggal. Rangga & Cinta akhirnya berada di persimpangan: terlalu malu-malu untuk jadi musikal penuh gaya, terlalu hati-hati untuk jadi nostalgia penuh romantisme, dan terlalu setengah hati untuk benar-benar mewakili generasi manapun.
Waralaba sebesar AADC? jelas layak mendapat perlakuan musikal yang lebih berani dan bernas. Sayangnya, kali ini yang hadir hanyalah musikal “malu-malu” yang lebih banyak menimbulkan tanya: film ini sebenarnya dibuat untuk siapa?
Editor: Lulu
Terkait
Kalau Nobody (2021) fokus pada perjuangan pribadi sang…
The Shadow’s Edge benar-benar layak tonton. Setiap detail…
Terkini
NYALANUSANTARA, BUSAN- Boy grup AHOF menunjukkan peningkatan luar biasa…
NYALANUSANTARA, SEOUL- Lee Jae Wook siap membuat Choi Sung…
NYALANUSANTARA, JAKARTA- Film Dhurandhar, yang dibintangi Ranveer Singh sebagai…
NYALANUSANTARA, JAKARTA- Pameran Impor Internasional China (China International Import…
NYALANUSANTARA, MADRID- Villarreal berhasil naik ke posisi kedua klasemen…
NYALANUSANTARA, JAKARTA- Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) sekaligus Menteri…
NYALANUSANTARA, TORONTO- Pertemuan dua rival sekota, Juventus dan Torino,…
NYALANUSANTARA, CHICHAGO- Arsenal harus puas berbagi angka setelah ditahan…
NYALANUSANTARA, TANGGERANG- Bayer Leverkusen tampil luar biasa dengan mencukur…
NYALANUSANTARA, LONDON- West Ham United berhasil mengalahkan Burnley, sementara…
NYALANUSANTARA, JAKARTA- Union Berlin berhasil menghentikan laju kemenangan beruntun…
Komentar