REVIEW Tin Soldier, Ambisi Besar yang Tersandung Eksekusi Gagal
Disutradarai oleh Brad Furman, sosok di balik The Lincoln Lawyer, Tin Soldier awalnya menimbulkan ekspektasi tinggi. Dengan jajaran bintang seperti Jamie Foxx, Robert De Niro, Scott Eastwood, John Leguizamo, dan Rita Ora, film ini tampak menjanjikan sebagai perpaduan aksi dan drama psikologis yang intens. Namun, hasil akhirnya justru jauh dari harapan—membingungkan, tidak fokus, dan gagal memanfaatkan potensi besar yang dimilikinya.
Cerita berpusat pada Leon K. Prudhomme alias The Bokushi (Jamie Foxx), mantan tentara yang membentuk organisasi The Program untuk membantu veteran perang dengan trauma psikologis. Namun, seiring waktu, organisasi tersebut berubah menjadi sekte radikal yang menentang pemerintah. Nash Cavanaugh (Scott Eastwood), mantan anggota sekte itu, terpaksa kembali terlibat setelah seorang agen pemerintah (Robert De Niro) memberitahunya bahwa istrinya yang dikira meninggal mungkin masih hidup di markas The Program.
Sayangnya, sejak awal Tin Soldier kehilangan arah. Alur yang dipenuhi kilas balik, ilusi, dan transisi waktu yang tidak rapi membuat penonton kesulitan membedakan kenyataan dan halusinasi. Motif para karakter terasa kabur, dan latar konflik antara sekte, pemerintah, serta para veteran tidak pernah dijelaskan dengan tuntas.
Brad Furman yang biasanya kuat dalam genre kriminal tampak kehilangan kendali. Penyutradaraan yang terburu-buru membuat film terasa belum matang. Para pemeran pun tampil di bawah ekspektasi: Jamie Foxx terlalu teatrikal, Scott Eastwood kaku tanpa emosi, sementara De Niro dan Leguizamo tidak diberi ruang berarti. Satu-satunya momen yang cukup berkesan adalah saat Foxx bernyanyi dengan gaya soul yang eksentrik—aneh namun menghibur.
Dari segi teknis, film ini juga lemah. Sinematografi tampak buram, editing aksi kasar, dan adegan klimaks terasa seperti potongan video mentah. Alih-alih menghadirkan ketegangan militer dan konflik psikologis, Tin Soldier justru terasa hambar dan membosankan.
Dengan konsep yang sebenarnya menjanjikan—tentang trauma perang, manipulasi, dan kekuasaan—film ini seharusnya bisa menjadi drama aksi penuh makna. Namun, naskah yang tidak fokus dan penyutradaraan yang kacau menjadikannya sekadar tontonan eksperimental yang gagal menembus potensinya.
Editor: Lulu
Terkait
NYALAUSANTARA, SEMARANG- Film horor terbaru dari MD Pictures, "Pabrik…
FILM animasi terbaru bertema religi, The King of…
Terkini
NYALANUSANTARA, BUSAN- Boy grup AHOF menunjukkan peningkatan luar biasa…
NYALANUSANTARA, SEOUL- Lee Jae Wook siap membuat Choi Sung…
NYALANUSANTARA, JAKARTA- Film Dhurandhar, yang dibintangi Ranveer Singh sebagai…
NYALANUSANTARA, JAKARTA- Pameran Impor Internasional China (China International Import…
NYALANUSANTARA, MADRID- Villarreal berhasil naik ke posisi kedua klasemen…
NYALANUSANTARA, JAKARTA- Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) sekaligus Menteri…
NYALANUSANTARA, TORONTO- Pertemuan dua rival sekota, Juventus dan Torino,…
NYALANUSANTARA, CHICHAGO- Arsenal harus puas berbagi angka setelah ditahan…
NYALANUSANTARA, TANGGERANG- Bayer Leverkusen tampil luar biasa dengan mencukur…
NYALANUSANTARA, LONDON- West Ham United berhasil mengalahkan Burnley, sementara…
NYALANUSANTARA, JAKARTA- Union Berlin berhasil menghentikan laju kemenangan beruntun…
Komentar