Review "Sah! Katanya...", Komedi Absurd dalam Balutan Tradisi dan Wasiat Tak Biasa

Review "Sah! Katanya...", Komedi Absurd dalam Balutan Tradisi dan Wasiat Tak Biasa

Bagaimana jika ayahmu meninggal dunia, lalu wasiat terakhirnya adalah... kamu harus menikah di depan jenazahnya? Itulah premis yang menggelitik dari film terbaru garapan sutradara Loeloe Hendra Komara, Sah! Katanya... (2025), yang sejak tayang di bioskop pada 24 April telah mencuri perhatian penonton dengan genre komedi yang tak biasa dan keberanian menyentil norma sosial lewat absurditas yang mengejutkan.

Film ini membuka cerita dengan kematian seorang ayah yang mewariskan utang, bukan harta. Dan bukan hanya utang, tapi juga “perjanjian” lama yang harus dibayar melalui pernikahan anak bungsunya, Marni (Nadya Arina), dengan Marno (Dimas Anggara), anak sahabat lamanya. Pernikahan itu bukan hanya dadakan—tapi juga dilakukan di hadapan jenazah si ayah. Ini bukan premis komedi romantis biasa; ini adalah satir sosial yang dikemas lewat gaya jenaka dan tak jarang, tragikomik.

Tradisi vs Logika: Ketika Wasiat Tak Bisa Ditawar

Sejak menit pertama, Sah! Katanya... memosisikan dirinya sebagai film yang tidak takut “melawan” logika demi mengeksplorasi absurditas dalam tradisi dan budaya lokal. Penonton diajak masuk ke dalam rumah duka yang seharusnya khidmat, tapi justru penuh dengan ketegangan aneh karena wasiat yang harus segera dipenuhi. Alih-alih menjadi tontonan kelam, film ini justru meledakkan ketegangan menjadi tawa, terutama karena naskahnya yang ditulis oleh Dirmawan Hatta, Sidharta Tata, dan Loeloe sendiri tahu betul cara bermain di antara logika dan kekacauan.

Konflik semakin pelik karena Marni sudah punya pacar: Adi (Calvin Jeremy), pemuda baik namun tak pernah siap secara finansial dan emosional. Di sinilah drama dan humor bertemu—tidak selalu mulus, namun menghasilkan dinamika unik yang membuat penonton sulit memalingkan perhatian.

Humor Lokal yang Akrab dan Berani

Humor dalam film ini sangat khas. Mengingatkan pada candaan warung kopi, tongkrongan malam di Jawa Tengah, dan obrolan “gojek kere” yang sarkastik, ceplas-ceplos, dan kadang terlalu absurd untuk dipercaya. Karakter Paklik Kusno (Susilo Nugroho) jadi ikon khas film ini—sumber kelakar tak berujung dengan celetukan yang bisa membuat penonton tertawa karena keanehannya.


Editor: Lulu

Terkait

Komentar

Terkini