Review Lilo & Stitch Versi Live Action: Kehangatan Keluarga yang Tertib

Dua dekade lebih setelah film animasinya mencuri hati banyak penonton, Lilo & Stitch kini kembali dalam balutan live action. Cerita tentang keluarga, kehilangan, dan pencarian kehangatan tetap terasa kuat. Namun satu hal mendasar ikut hilang dalam transformasi ini: anarki yang membentuk ruh dari dinamika Lilo dan Stitch.
Cerita masih setia mengikuti jejak lamanya. Lilo, gadis kecil asal Hawaii, tinggal bersama kakaknya, Nani, usai kedua orang tuanya wafat. Dalam sunyi dan kesepiannya, Lilo kerap dianggap “aneh” oleh lingkungan sekitarnya, sampai kehadiran Stitch—alien eksperimental pelarian dari galaksi lain—mengubah segalanya.
Maia Kealoha tampil polos sebagai Lilo, menggambarkan jiwa kekanakannya dengan lugu namun menyentuh. Sementara Sydney Agudong sebagai Nani, tampil cukup menyita perhatian dengan ekspresi lelah yang jujur, mewakili beban orang dewasa muda yang harus mendadak menjadi pengganti orang tua. Interaksi keduanya adalah salah satu titik kekuatan emosional film.
Sayangnya, keberanian yang dulu melekat pada versi animasi kini terasa terkekang. Pendekatan realistis sutradara Dean Fleischer Camp seolah mengurung kebebasan liar yang dulu membuat Lilo dan Stitch terasa otentik dan tak terkendali. Hubungan mereka kini hanya seperti anak kecil dengan hewan peliharaan bandel. Sentuhan “gila” yang dulu membuat mereka unik, kini berganti dengan alur yang lebih rapi—dan sayangnya, generik.
Namun bukan berarti semuanya gagal. Desain Stitch yang tetap setia pada versi orisinalnya justru tampil menawan, lengkap dengan detail bulu yang menghidupkannya dalam wujud CGI. Di saat efek visual lain tampak angin-anginan, Stitch justru berhasil mempertahankan daya tariknya—bahkan makin kuat.
Babak akhir film menjadi penyelamat. Saat Stitch memilih mengorbankan diri demi keselamatan Lilo, nuansa emosional yang lama ditahan akhirnya meledak. Ia menjadi semacam "adegan insinerator" versi Lilo & Stitch, mengunci pesan moral film tentang keluarga, pengorbanan, dan kasih yang tak bersyarat.
Live action ini memang tak seliar versi animasinya. Tapi di balik kekurangannya, ia tetap menyimpan hangat yang tak sepenuhnya padam. Sebuah pengingat bahwa cinta dalam keluarga—betapapun berantakannya bentuknya—tetap bisa menjadi rumah.
Editor: Lulu
Terkait
NYALANUSANTARA, JAKARTA- Perselingkuhan masih menjadi tema yang sering diangkat…
FILM animasi terbaru bertema religi, The King of…
Terkini
Film Syirik (Danyang Laut Selatan) merupakan karya terbaru…
NYALANUSANTARA, Demak- Upaya Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk…
NYALANUSANTARA, Semarang- Prihatin adanya jerat hutang yang menimpa…
Film Narik Sukmo, garapan sutradara Indra Gunawan dan…
Setelah kesuksesan film Sijjin (2023), sutradara Hadrah Daeng…
NYALAUSATARA, JAKARTA- CEO Lippo Group, James Riady, menyatakan bahwa…
NYALAUSANTARA, DEMAK – Upaya pemerintah provinsi Jawa Tengah melakukan…
NYALANUSATARA, REMBANG- Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin bakal…
NYALANUSANTARA, Semarang - Anggota Komisi C DPRD Kota…
NYALANUSANTARA, Magelang - Seorang pencari ikan, Endang Mustawa…
NYALAUSANTARA, JAKARTA- Permintaan tablet Android berkualitas dengan harga terjangkau…
Komentar