"Saya Cinta Kedua Rumah Saya": Kisah Mahasiswa Indonesia tentang Persahabatan dan Kedekatan Budaya dengan China
Karso Aji - 29 Oktober 2025 - Manca NegaraNYALANUSANTARA, JAKARTA- Lebih dari 100 tahun yang lalu, kakek buyut Veldesen Yaputra berlayar dari Provinsi Guangdong ke Indonesia untuk mencari penghidupan. Seratus tahun kemudian, Veldesen memilih menempuh studi di Tiongkok. Menjalani sekolah menengah hingga pendidikan di negara-negara tersebut, kini dia tidak hanya mampu berbicara bahasa Mandarin dengan lancar, tetapi juga ikut berperan sebagai duta budaya menjembatani persahabatan masyarakat antara Indonesia dan Tiongkok.
Baru-baru ini, mahasiswa berusia 24 tahun itu memulai perjalanan menjelajahi arsitektur kuno di Provinsi Shanxi, Cina utara. Sambil mengamati dan merekam, dia aktif bertanya dan memanfaatkan setiap kesempatan untuk mempelajari arsitektur bersejarah. "Mengapa di sini tidak ada tangga?" "Untuk apa relung dinding ini?" Setiap detail arsitektur selalu membangkitkan rasa ingin mengetahuinya.
Usai kegiatan, Veldesen mengelola akun media sosialnya dan menggunakan video pendek yang ringan dan interaktif untuk menampilkan keindahan ukiran kayu, papan nama, patung warna, dan mural dalam arsitektur tradisional Tiongkok kepada pengikutnya, yang sebagian besar berasal dari Indonesia.
Di Jinci, perpaduan alam dan bangunan bersejarah menjadikannya mempesona; di Istana Yongle, mural besar dengan garis dan warna yang menakjubkan membangkitkan imajinasinya tentang dunia dewa dan dewi Tiongkok; di Kuil Shuanglin, dia merasa setiap patung berwarna seolah-olah bernapas, bercerita dengan terjadi yang telah berlangsung selama ribuan tahun.
"Kota-kota di Indonesia sedang dalam pembangunan yang cepat. Pengetahuan dan kearifan yang saya pelajari di China pasti akan berguna suatu hari nanti," ujar Veldesen dengan penuh keyakinan.
Veldesen Yaputra, mahasiswa asal Indonesia, merekam video penjelasan di Kuil Shuanglin, wilayah Pingyao, Kota Jinzhong, Provinsi Shanxi, Tiongkok utara, pada 15 Oktober 2025. (Xinhua/Li Yuanhao)
Kampung halamannya adalah Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat, kota yang juga dijuluki sebagai Kota Khatulistiwa. Kedua orang tuanya tidak bisa berbahasa Mandarin, dan sejak kecil dia pun tidak pernah mempelajari bahasa itu. Namun, dia masih ingat kakeknya yang gemar menonton film China di televisi.
Didorong oleh rasa ingin tahu tentang Tiongkok, pada 2017 Veldesen memanfaatkan kesempatan untuk belajar di Tiongkok. Setelah menyelesaikan tiga tahun pendidikan sekolah menengah atas di Shenzhen, dia diterima di program sarjana Fakultas Seni Rupa Universitas Tsinghua, dan kini menjalani program diterima di Fakultas Arsitektur universitas tersebut. Pengalaman selama bertahun-tahun akademik membuatnya semakin mencintai budaya tradisional Tiongkok.
“Desain bukan hanya seni, tetapi juga tanggung jawab sosial. Arsitektur tidak boleh kehilangan ciri khas lokal, namun juga harus menyesuaikan dengan kehidupan modern,” kata Veldesen. Dia berharap melalui pengembangan bersama warisan budaya berwujud dan tak berwujud, dapat terciptanya lingkungan pedesaan yang harmonis dan berkelanjutan, serta meningkatkan kualitas hidup dan kesadaran ekologis masyarakat desa, guna mendukung pembangunan pedesaan.
Veldesen juga aktif dalam kegiatan sosial, berusaha menghidupkan kembali budaya tradisional dalam konteks modern. Dia pernah mengunjungi daerah pegunungan di Guizhou, membantu masyarakat memperbaiki lingkungan, dan ikut melestarikan serta memperkenalkan Sulaman Ekor Kuda Suku Shui, warisan budaya takbenda tingkat nasional.
Di luar jadwal belajarnya, Veldesen gemar menjelajahi berbagai tempat indah di China untuk merasakan langsung keindahan budaya tradisionalnya. Perjalanannya ke Shanxi hanyalah bagian kecil dari perjalanan panjang pencarian akar budaya yang telah menempuh perjalanan selama bertahun-tahun.
Veldesen Yaputra, mahasiswa asal Indonesia, merekam materi video di Museum Rishengchang Piaohao, Kota Kuno Pingyao yang berada di Kota Jinzhong, Provinsi Shanxi, Tiongkok utara, pada 15 Oktober 2025. (Xinhua/Li Yuanhao)
Di media sosial, Veldesen berbagi tentang tempat bersejarah dan kuliner lokal, mencoba menari Yingge, menikmati informasi olahraga Tai Chi dan Opera Beijing, serta menjajal alat musik tradisional Guqin dan teknik kuno seperti pembuatan kertas dan percetakan. Dia juga belajar membuat keramik, tembikar, kipas pernis, dan kue bulan, pengalaman yang memperdalam pemahamannya terhadap kearifan China.
“Dalam budaya suku Bai, ada tradisi minum tiga jenis teh, yakni teh pahit, teh manis, dan teh yang meninggalkan rasa setelahnya. Sebenarnya, hidup juga seperti tiga jenis teh itu, ada pahit, ada manis, dan selalu berkesan,” ujarnya.
Selain memperkenalkan budaya Tiongkok, Veldesen juga aktif memperkenalkan pariwisata, kuliner, dan kebiasaan makan orang Indonesia di media sosial, mengajarkan bahasa Indonesia kepada para pengikutnya, serta menjelaskan alasan transmisi ibu kota ke Ibu Kota Nusantara (IKN). Saat menampilkan perayaan Festival Lampion di Pontianak, dia menulis, "Pada perayaan Yuanxiao, keturunan kawasan Chaoshan di Indonesia tetap menjaga tradisi, cahaya lentera memantulkan semangat leluhur, dan budaya terus hidup dari generasi ke generasi."
Bersama teman-temannya dari Universitas Tsinghua, dia mengunjungi firma arsitektur terkemuka di Indonesia untuk mempelajari esensi bangunan bambu, memahami bagaimana arsitektur dapat selaras dengan lingkungan. Dia juga membawa pengalaman pembangunan pedesaan dari Tiongkok ke Indonesia, agar masyarakat di kampung halamannya dapat merasakan dan mempelajari modernisasi bergaya Tiongkok.
“Saya mencintai kedua rumah saya, Indonesia dan Tiongkok,” ujar Veldesen. Mimpinya adalah jembatan yang mempererat hubungan antara kedua negara serta memperdalam saling pengertian dan kerja sama antarmasyarakat. Kini, dia tidak lagi merasa gundah. "Pengalaman di China telah memberi saya keyakinan dan keberanian," tuturnya dengan senyum penuh rasa syukur.
IKUTI BERITA NYALANUSANTARA.COM SELENGKAPNYA DI GOOGLE NEWS
Editor: Lulu
Komentar
Baca Juga
Bank Jateng Sosialisasikan KPR FLPP Kepada ASN di Wonosobo
Ragam Nusantara 9 menit lalu
Perjalanan Kereta Api di Wilayah Daop 5 Purwokerto Tidak Terdampak Banjir di Semarang
Ragam Nusantara 10 jam lalu
"Saya Cinta Kedua Rumah Saya": Kisah Mahasiswa Indonesia tentang Persahabatan dan Kedekatan Budaya dengan China
Ragam Nusantara 12 jam lalu
SMA Kolese De Britto Gelar Education Fair, Diikuti Lebih dari 40 Perguruan Tinggi
Ragam Nusantara 14 jam lalu
KAI Wisata Ramaikan Historic Building Lawang Sewu dengan Cosplay Carnival 2025
Ragam Nusantara 15 jam lalu
Terkini
Bank Jateng Sosialisasikan KPR FLPP Kepada ASN di Wonosobo
Ragam Nusantara 9 menit lalu
Antam dan BRIN Jalin Kerja Sama untuk Tingkatkan Efisiensi dan Inovasi di Sektor Pertambangan
Ekbis 4 jam lalu
Klaim Jokowi Sebut Rakyat Akan Patungan Bayar Utang Whoosh dalam 3 Tahun adalah Hoaks
Ekbis 5 jam lalu
Petar Sucic Cetak Gol Perdana, Inter Milan Bungkam Fiorentina 3–0 di San Siro
Sport 5 jam lalu
Debut Manis Massimo Brambilla, Juventus Akhiri Tren Negatif dengan Kemenangan 3–1 atas Udinese
Sport 6 jam lalu
Marseille Gagal ke Puncak, AS Monaco Hantam Nantes 5–3 di Pekan ke-10 Liga Prancis
Sport 7 jam lalu
Vinícius Júnior Minta Maaf Usai Insiden di El Clásico, Tegaskan Cinta pada Real Madrid
Sport 9 jam lalu
Paul Pogba Siap Jalani Debut Bersama AS Monaco Setelah Absen Panjang
Sport 10 jam lalu
Perjalanan Kereta Api di Wilayah Daop 5 Purwokerto Tidak Terdampak Banjir di Semarang
Ragam Nusantara 10 jam lalu
Berbekal Ketekunan, Mahasiswi FIB UNAIR Raih Anugerah Sutasoma Terbaik dari Balai Bahasa Jawa Timur
Ilmu 11 jam lalu
Universitas Paramadina Maknai Sumpah Pemuda: Menghidupkan Kembali Semangat Kebangsaan melalui Kerja Nyata
Ilmu 12 jam lalu