RAGAM NUSANTARA

ILMU

JELAJAH

ULASAN Tumbal Darah: Horor Sosial di Tengah Pandemi yang Menyayat dan Menegangkan

Film Tumbal Darah, karya terbaru sutradara Charles Gozali, menghadirkan nuansa berbeda dari dua filmnya sebelumnya, Qodrat dan Pemukiman Setan. Jika kedua film itu sarat efek besar dan kisah mistik kompleks, maka kali ini Gozali memilih pendekatan yang lebih sederhana, namun justru memukul dari sisi emosional dan pesan sosialnya.

Kisahnya mengikuti Jefri (diperankan oleh Marthino Lio), seorang penagih utang asal Indonesia Timur yang berjuang di masa pandemi COVID-19. Di tengah kesulitan ekonomi, Jefri berusaha keras agar istrinya, Ella (Sallum Ratu Ke), dapat melahirkan anak kedua mereka dengan selamat. Namun perjuangan itu berubah menjadi mimpi buruk ketika mereka terperangkap di Klinik Kamboja, tempat praktik pesugihan yang menjadikan manusia sebagai tumbal.

Sejak awal, film ini tampil berbeda dari horor kebanyakan. Jefri bukan sosok kejam seperti stereotip penagih utang pada umumnya, melainkan pria sederhana yang berpegang pada empati meski hidup dalam tekanan. Pendekatan kemanusiaan ini membuat kisahnya terasa nyata dan menggugah.

Salah satu kekuatan utama Tumbal Darah adalah keberhasilannya menggabungkan unsur horor dan aksi dengan kritik sosial yang tajam. Bersama para penulis seperti Salman Aristo dan Arief Ash Shiddiq, Gozali mengangkat realitas getir masyarakat kecil di masa pandemi. Adegan ketika Jefri ditolak rumah sakit karena tidak mampu membayar menjadi simbol keputusasaan yang dialami rakyat kecil ketika sistem lebih berpihak pada kaum beruang.

Meski mengandung pesan sosial kuat, film ini tidak kehilangan tensi aksi. Sinematografi garapan Hani Pradigya yang dinamis memperkuat adegan pertempuran Jefri melawan para pelaku pesugihan. Tegangan dibangun tanpa perlu mengandalkan kekerasan ekstrem, membuat suasananya tetap intens namun elegan.

Penampilan Marthino Lio menjadi magnet utama film ini. Ia sukses menghadirkan karakter dengan keseimbangan antara kekuatan dan kelembutan, membuat penonton mudah berempati pada perjuangannya. Sallum Ratu Ke memberikan kedalaman emosional yang kuat, sementara Donny Alamsyah, Agla Artalidia, dan Aksara Dena menambah lapisan karakter yang memperkaya narasi. Khususnya Aksara Dena, yang tampil menonjol sebagai antagonis dengan aura menakutkan.

Secara teknis, Tumbal Darah juga menunjukkan kelasnya. Tata cahaya, efek suara, dan arah kamera membangun atmosfer mencekam tanpa berlebihan. Kolaborasi antara Magma Entertainment, Wahana Kreator, dan Sinemaku Pictures menghasilkan film dengan kualitas sinematik yang solid.


IKUTI BERITA NYALANUSANTARA.COM SELENGKAPNYA DI GOOGLE NEWS


Editor: Lulu

Komentar

Baca Juga

Terkini