REVIEW Suka Duka Tawa: Komedi yang Menyembuhkan Luka dan Menguak Dilema Keluarga
Ucapan Robin Williams tentang kesedihan yang terselubung di balik tawa menjadi pintu masuk sempurna untuk memahami Suka Duka Tawa, debut penyutradaraan solo Aco Tenriyagelli yang penuh sensitivitas. Film ini menghadirkan tokoh-tokoh yang hidup untuk membuat orang lain tertawa, meski batin mereka sendiri dipenuhi rasa sakit dan kehilangan.
Tawa (Rachel Amanda), seorang komika pemula, berjuang menembus panggung stand-up di berbagai kafe tanpa hasil berarti. Demi bertahan hidup bersama sang ibu, Cantik (Marissa Anita), ia melakukan berbagai pekerjaan sederhana. Meski Tawa sering gagal membuat penontonnya tertawa, naskah film ini—ditulis Aco bersama Indriani Agustina—kaya akan humor cerdas, celoteh sarkas, dan momen-momen komedik yang berhasil berkat pengaturan timing yang luwes.
Kekuatan film juga bertumpu pada jajaran karakter pendukung yang solid: Adin (Enzy Storia), Iyas (Bintang Emon), Nasi (Arif Brata), dan Fachri (Gilang Bhaskara). Performanya mencuri perhatian, terutama Enzy Storia yang kembali memamerkan talenta komediknya dengan maksimal. Musik latarnya sesekali memodifikasi suara gelak tawa menjadi nuansa ironi yang tajam, membuat perpindahan antara drama dan komedi terasa mulus tanpa dipaksakan.
Lapisan dramatis cerita muncul ketika terungkap bahwa Tawa adalah anak dari Keset (Teuku Rifnu Wikana), anggota kuartet komedian ikonik Opera Tawa Show. Karena ditinggalkan semasa kecil, Tawa memilih merahasiakan fakta tersebut. Ia bahkan menjadikan absennya sang ayah sebagai materi komedi—yang justru membuatnya viral. Ketika Keset kembali untuk menebus masa lalu dan Cantik mulai merasakan ada yang janggal, konflik keluarga pun tak terhindarkan.
Aco, sebagai pengamat kehidupan yang teliti, menyelipkan kejenakaan yang berangkat dari realita. Contoh kecil seperti tragedi nasi bungkus yang jatuh sesaat setelah dibeli menjadi refleksi humor yang membuat penonton merasa dekat dengan ceritanya. Namun perhatian terbesarnya diarahkan pada dinamika antara Tawa, Cantik, dan Keset—tiga orang yang sama-sama terluka, sama-sama pernah bersalah, dan terjebak dalam siklus saling menyakiti.
Meski Rachel Amanda dan Marissa Anita tampil memukau, sosok Teuku Rifnu Wikana menjadi pusat gravitasi emosional film. Ekspresinya mampu menggabungkan senyum yang tampak tegar dengan kesedihan yang menetes lewat mata. Beberapa adegannya—termasuk momen yang ditemani lagu Bunga Maaf—memiliki daya hancur emosional yang kuat. Interaksinya dengan Marissa Anita di meja makan menjadi salah satu adegan akting terbaik dalam film Indonesia beberapa tahun terakhir.
Akhir film mungkin tampak aman, namun Suka Duka Tawa berhasil membuat resolusinya terasa layak. Bukan sebagai penutup, melainkan sebagai awal yang baru. Sebuah pertemuan yang berakhir dengan perpisahan, namun tetap membawa harapan. Pada akhirnya, film ini menunjukkan bahwa dalam hidup, suka dan duka selalu berjalan berdampingan—dan tawa sering kali menjadi jembatan untuk menyembuhkan luka terdalam.
Editor: Lulu
Terkait
Sutradara Aco Tenri resmi melangkah ke dunia film…
Film Scarlet, karya terbaru dari sutradara visioner Jepang…
Terkini
NYALANUSANTARA, JAKARTA- Vivo dikabarkan tengah menyiapkan seri smartphone terbaru,…
NYALANUSANTARA, PASURUAN- Honor X8d diprediksi akan segera meluncur sebagai…
Render Motorola Edge 70 Ultra baru-baru ini beredar…
Disutradarai oleh Lotfy Nathan, The Carpenter’s Son berupaya…
NYALANUSANATRA, AGAM- Universitas Airlangga (UNAIR) kembali menegaskan perannya sebagai…
NYALANUSANTARA, JAKARTA- Setiap pembaruan pada sistem kamera Xiaomi 15T…
NYALANUSANTARA, JAKARTA- Guru Besar Fakultas Sains dan Teknologi (FST)…
NYALANUSANTARA, SURABAYA- Sebanyak 6.206 pelajar SMA/SMK sederajat dari 134…
NYALANUSANTARA, CILACAP- Seorang pemancing remaja ditemukan meninggal dunia di…
NYALANUSANTARA, Banyumas — Misteri hilangnya pengacara sekaligus anggota DPC…
NYALANUSANTARA, JAKARTA- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mengintensifkan penguatan peran…
Komentar