A Mangaka's Weirdly Wonderful Workplace EPISODE 1-3

Karso Aji
25 Oktober 2025

NYALANUSANTARA, TOKYO- Ketika serial ini pertama kali muncul, banyak yang mungkin mengira ia hanyalah tontonan ringan bertema yuri bait yang manis dan sederhana. Namun, tiga episode pertamanya justru membuktikan sebaliknya. Alih-alih berfokus pada romansa, serial ini menjelma menjadi potret jujur tentang dunia batin seorang kreator—penuh kecemasan, rasa tidak aman, dan pergulatan dengan diri sendiri. Tokoh utamanya, Nana, adalah mangaka dengan kemampuan sosial yang hampir nol, namun justru di sanalah daya tariknya. Melalui kesehariannya yang penuh tekanan dan tenggat waktu, kita melihat betapa beratnya menjadi seseorang yang hidup dari kreativitas, sekaligus terjebak dalam ketakutan akan kegagalan dan penilaian orang lain.

Serial ini tidak berusaha menjadi versi ringan dari Bakuman. Ia tidak membedah proses teknis pembuatan manga, melainkan menyoroti sisi manusiawi di balik karya: kesepian, ketakutan berkembang, dan ketidakmampuan menerima pujian. Episode kedua bahkan memperluas perspektif dengan memberi ruang bagi asisten Nana, yang memiliki ketakutan sendiri untuk berkembang karena takut gagal saat berada di puncak. Gagasan tentang “menemukan kepuasan dalam stagnasi” terasa segar dan relevan, terutama di tengah budaya kerja yang kerap menuntut pertumbuhan tanpa henti.

Komedinya hadir lembut, tidak berlebihan, sering muncul dari cara Nana melebih-lebihkan hal kecil, sesuatu yang sangat dapat dikenali oleh siapa pun yang pernah menatap tenggat dengan panik. Bagi para kreator, serial ini terasa seperti cermin—jujur, lembut, dan menyentuh. Ia bukan sekadar kisah tentang menggambar manga, tapi tentang bagaimana bertahan hidup di tengah kecemasan kreatif. Dan mungkin, bagi banyak penontonnya, Nana justru menjadi pengingat bahwa tak apa-apa jika kita belum “berkembang,” selama kita masih berani berkarya.

Editor: Lulu