ULASAN Dia Bukan Ibu: Randolph Zaini Angkat Horor Lokal ke Level Baru

Gelombang horor lokal belakangan terasa menjemukan, apalagi yang lahir dari utas viral dan digarap sekadar demi keuntungan cepat. Namun, Randolph Zaini membuktikan masih ada cara segar untuk menghidupkan adaptasi semacam itu. Tiga tahun setelah debutnya lewat Preman yang penuh gaya tarantinoesque, ia kembali menunjukkan kecintaannya pada film. Referensi sinema pun bertebaran, mulai dari The Visit (2015) karya M. Night Shyamalan hingga Un Chien Andalou (1929) garapan Luis Buñuel dan Salvador Dali—sesuatu yang jarang muncul dalam horor Indonesia berbasis utas.
Dia Bukan Ibu berkisah tentang keluarga kecil: Vira (Aurora Ribero) dan Dino (Ali Fikry) yang pindah rumah bersama ibu mereka, Yanti (Artika Sari Devi). Sejak awal, sosok Yanti tampil samar, wajahnya kerap tak terlihat. Ini seolah menggambarkan jarak emosional antara anak-anak dan ibunya, yang masih bergulat dengan kondisi psikis setelah ditinggal suami. Yanti mencoba memulai hidup baru dengan membuka salon di daerah terpencil, dibantu adiknya Jamal (Iskak Khivano) yang kecanduan judi online. Sementara itu, Dino yang gemar konten horor menyeret Vira menjelajah rumah-rumah tua di sekitar, hingga gejala aneh dari sang ibu mulai mengusik.
Berbeda dari horor lokal kebanyakan yang tergesa melempar teror, naskah racikan Randolph bersama Titien Wattimena dan Beta Inggrid Ayu memberi ruang bagi karakter untuk hidup. Hubungan Vira dan Dino dibangun lewat momen sehari-hari, pertengkaran kecil, hingga canda yang hangat. Kedekatan ini membuat penonton betah sebelum benar-benar dihantui teror. Penampilan Aurora Ribero dan Ali Fikry ikut memperkuat ikatan emosional itu.
Ketika kejanggalan Yanti mulai tersingkap—dari kebiasaannya menyembelih ayam di depan anak-anak, gestur tak manusiawi, hingga salon yang anehnya selalu ramai—ketegangan meningkat. Artika Sari Devi memerankan Yanti dengan keseimbangan antara ngeri dan menahan diri. Randolph pun menolak formula horor klise. Ia jarang mengandalkan jumpscare, lebih sering membangun atmosfer dengan sudut gelap, sosok samar, atau adegan gore yang mengejutkan. Maka saat akhirnya jumpscare muncul, efeknya jauh lebih kuat.
Dia Bukan Ibu berhasil mengangkat horor lokal dari sekadar tontonan klise menjadi refleksi tentang identitas ganda dalam hidup manusia. Teror mistisnya menjadi simbol ketakutan universal: konflik antara diri asli dengan peran yang harus dijalani seiring perjalanan hidup. Randolph menegaskan, horor tidak melulu tentang rupa hantu, tapi juga tentang wajah manusia yang perlahan bisa hilang.
Editor: Lulu
Terkait
Industri film Indonesia kembali diramaikan dengan horor terbaru…
Film horor Jepang terbaru berjudul Dollhouse siap tayang…
Terkini
NYALANUSANTARA, Banyumas - PT KAI Daop 5 Purwokerto…
Film Kang Solah from Kang Mak x Nenek…
Film Dilanjutkan Salah Disudahi Perih menyajikan kisah perceraian,…
NYALANUSANTARA, Magelang — Upaya menghadirkan hunian yang layak…
NYALANUSANTARA, Jakarta-- Robot besutan Unitree Technology menarikan street…
NYALANUSANTARA, Semarang - Kanwil Kemenkum Jateng menggelar Upacara…
NYALANUSANTARA, Kendal – Kanwil Kemenkum Jateng melalui Tim…
NYALANUSANTARA, Semarang – Kanwil Kemenkum Jateng terus mengakselerasi…
NYALANUSANTARA, Semarang - Meningkatkan kualitas, kemampuan agar lebih…
NYALAUSANTARA, BARCELONA- Barcelona menyambut laga melawan Paris Saint-Germain di…
NYALAUSANTARA, LONDON- Jose Mourinho meyakini Chelsea sudah kembali ke…
Komentar